Sejarah Kota Gianyar ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Gianyar No.9 tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari jadi Kota
Gianyar.
Sejarah
dua seperempat abad lebih, tempatnya 236 tahun yang lalu, 19 April 1771, ketika
Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton, Puri Agung yaitu Istana Raja (Anak
Agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti maka sebuah kerajaan yang berdaulat dan
otonom telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan
kerajaan-kerajaan di Bali. Sesungguhnya berfungsinya sebuah kerton yaitu Puri
Agung Gianyar yang telah ditentukan oleh syarat sekala niskala yang jatuh pada
tanggal 19 April 1771 adalah tonggak sejarah yang telah dibangun oleh raja (Ida
Anak Agung) Gianyar I, Ida Dewata Manggis Sakti memberikan syarat kepada kita
bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik kebelakang (masa sebelumnya) atau
ditarik kedepan (masa sesudahnya).
Berdasarkan
bukti-bukti arkeologis. di wilayah Gianyar sekarang dapat diinterprestasikan
bahwa munculnya komunikasi di Gianyar sejak 2000 tahun yang lalu karena
diketemukannya situs perkakas (artefak) berupa batu, logam perunggu yaitu
nekara (Bulan Pejeng), relief-relief yang menggambarkan kehidupan candi-candi
atau goa-goa di tebing-tebing sungai (tukad) Pakerisan.
Setelah
bukti-bukti tertulis ditemukan berupa prasasti diatas batu atau logam
terindetifikasi situs pusat-pusat kerajaan dari dinasti Warmadewa di Keraton
Singamandawa, Bedahulu. Setelah ekspedisi Gajah Mada (Majapahit) dapat
menguasai Pulau Bali maka di bekas pusat markas laskarnya dirikan sebuah
Keraton Samprangan sebagai pusat pemerintahan kerajaan yang dipegang oeleh Raja
Adipati Ida Dalem Krena Kepakisan (1350-1380), sebagai cikal bakal dari dinasti
Kresna Kepakisan, Kemudian Keraton Samprangan berusia lebih kurang tiga abad.
Lima Raja Bali yang bergelar Ida Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460),2) Ida Dalem
Waturenggong (1460-1550),3) Ida Dalem Sagening (1580-1625) dan 5) Ida Dalem
Dimade (1625-1651). Dua Raja Bali yang terakhir yaitu Ida Dalem Segening dan
Ida Dalem Dimade telah menurunkan cikal bakal penguasa di daerah-daerah. Ida
Dewa Manggis Kuning (1600-an) penguasa di Desa Beng adalah cikal bakal Dinasti
Manggis yang muncul setelah generasi II membangun Kerajaan Payangan
(1735-1843). Salah seorang putra raja Klungkung Ida Dewa Agung Jambe yang
bernama Ida Dewa Agung Anom muncul sebagai cikal bakal dinasti raja-raja di
Sukawati (1711-1771) termasuk Peliatan dan Ubud. Pada periode yang sama
yaitu periode Gelgel muncul pula penguasa-penguasa daerah lainnya yaitu I Gusti
Ngurah Jelantik menguasai Blahbatuh dan kemudian I Gusti Agung Maruti menguasai
daerah Keramas yang keduanya adalah keturunan Arya Kepakisan.
Dinamika pergumulan antara elit
tradisional dari generasi ke generasi telah berproses pada momentum tertentu,
salah seorang diantaranya sebagai pembangunan kota keraton atau kota kerajaan
pusat pemerintahan kerajaan yang disebut Gianyar. Pembangunan Kota kerajaan
yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh adalah Ida dewa Manggis Sakti,
generasi IV dari Ida Dewa Manggis Kuning. Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar
19 April 1771 sekaligus ibu kota Pusat Pemerintah Kerajaan Gianyar adalah
tonggak sejarah. Sejak itu dan selama periode sesudahnya Kerajaan Gianyar yang
berdaulat, ikut mengisi lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Bali yangterdiri
atas sembilan kerajaan di Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli,
Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar.
Ketika
Belanda telah menguasai seluruh Pulau Bali, Kedelapan bekas kerajaan tetap
diakui keberadaannya oleh Pemerintah Guberneurmen namun sebagai bagian wilayah
Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang raja (Selfbestuurder) di daerah
Swaprajanya masing-masing. Selama masa revolusi, ketika daerah Bali termasuk
dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) otonomi daerah kerjaan (Swapraja)
kedalam sebuah lembaga yang disebut Oka, Raja Gianyar diangkat sebagai Ketua
Dewan Raja-raja menggantikan tahun 1947. Selain itu pada periode NTT dua tokoh
lainnya yaitu Tjokorde Gde Raka Sukawati (Puri Kantor Ubud) menjadi Presiden
NIT, dan Ida A.A. Gde Agung (Puri Agung Gianyar) menjadi Perdana Menteri NIT,
Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan (NKRI)
pada tanggal 17 Agustus 1950, maka daerah-daerah diseluruh Indonesia dengan
dikeluarkan Undang-undang N0. I tahun 1957, yang pelaksanaannya diatur dengan
Undang-Undang No.69 tahun 1958 yang mengubah daerah Swatantra Tingkat II
(Daswati II). Nama Daswati II berlaku secara seragam untuk seluruh Indonesia
sampai tahun 1960. Setelah itu diganti dengan nama Derah Tingkat II (Dati II).
Namun
Bupati Kepala Derah Tingkat II untuk pertama kalinya dimilai pada tahun 1960.
Bupati pertama di DatiII Gianyar adalah Tjokorda Ngurah (1960-1963). Bupati
berikutnya adalah Drh. Tjokorda Anom Pudak (1963-1964) dan Bupati I Made
Sayoga, BA (1964-1965).Ketika dilaksanakannya Undang-Undang No. 18 tahun 1965,
maka DATI II diubah dengan nama Kabupaten DATI II. Kemudian disempurnakan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.5 tahun 1974 yang menggantikan nama
Kabupaten. Kepala daerahnya tetap disebut Bupati.
Sejak
tahun 1950 sampai sekarang yang hampir lima dasawarsa lebih telah tercatat sepuluh
orang Kepala Pemerintahan/Bupati Gianyar yaitu: 1. A.A. Gde Raka (1950-1960),2)
Tjokorde Ngurah (1960-1963),3) Drh. Tjokorde Dalem Pudak (1963-1964), 4) I Made
Sayonga (1964-1965),5) Bupati I Made Kembar Kerepun (1965-1969), 6) Bupati A.A.
Gde Putra, SH (1969-1983), 7) Bupati Tjokorda Raka Dherana, SH (1983-1993),Bupati
Tjokorda Gde Budi Suryawan, SH (1993-2003), dan 9) Bupati A.A.G. Agung Bharata,
SH (2003-2008) Tjokorda Gde Dharmaputra Sukawati (2008-samapai sekarang). Dari sisi otonomi jelas nampak, proses perkembangan yang
terjadi di Kota Gianyar. Otonomi dan berdaulat penuh melekat pada Pemerintah
kerjaan sejak 19 April 1771 kemudian berproses sampai otonomi Daerah di Tingkat
II Kabupaten yang diberlakukan sampai sekarang.
Berbagai
gaya kepemimpinan dan seni memerintah dalam sistem otonomi telah terparti di
atas lembaran Sejarah Kota Gianyar. Proses dinamika otonomi cukup lama sejak 19
April 1771 sampai 19 April 2005 saat ini, sejak kota keraton dibangun menjadi
pusat pemerintahan kerajaan yang otonomi sampai sebuah kota kabupaten, nama
Gianyar diabadikan. Sampai saat ini telah berusia 234 tahun, para pemimpin
wilayah kotanya, dari raja (kerajaan) sampai Bupati (Kabupaten), memilikiciri
dan gaya serta seni memerintah sendiri-sendiri di bumi seniman. Seniman yang
senantiasa membumi di Gianyar dan bahkan mendunia.
0 komentar:
Posting Komentar